Survey terumbu karang di Kepulauan Ayau dan Kepualaun Asia, Pulau-pulau paling utara di Kepulauan Raja Ampat, Papua, salah satunya memberiku kesempatan untuk mengunjungi Pos Marinir di P. Fani. Pulau yang berbatasan dengan perairan Republik Palau.
P. Fani merupakan salah satu pulau dari 3 pulau yang berderet memanjang yang diberi nama Kepulauan Asia. Pada saat pasang surut terrendah maka ketiga pulau tersebut akan akan menjadi satu oleh hamparan pasir putihnya. Pasir putih itu pula yang memberikan tempat bagi para penyu betina untuk mengubur telurnya dan membesarkannya hingga tiba saatnya bagi para tukik atau bayi penyu untuk mempertaruhkan hidupnya meluncur menuju samudera.
Malam itu, kapal Helena yang mengantarkan kami survey terumbu karang bergerak dari Kepulauan Ayau menuju Kepulauan Asia. Kepulaun Ayau sendiri merupakan 2 atoll atau karang cincin yang sangat luas dan terdapat beberapa pulau di dalamnya. Masing-masing keliling garis pantainya adalah 46 dan 90 km, sedangkan 3 deretan pulau di Kepulauan Asia memiliki keliling garis pantai sepanjang 29 km.
Pagi itu perlahan-lahan terlihat warna hijau yang semakin jelas di kejauhan utara di tengah biru laut yang tiada putus. Kapal Helena langsung menuju Pos Marinir di P. Fani. Pulau Fani dan kedua pulau lainnya merupakan pulau datar dan berpasir putih. Seperti pulau-pulau karang lainnya yang puluhan hingga ratusan tahun proses terbentuknya, kepulauan ini banyak ditumbuhi nyiur melambai dan pepohonan yang rimbun di dalamnya.
Dengan menggunakan dinghy (speed boat kecil semacam sekoci) kami merapat ke P. Fani. Seperti sudah lama menanti kedatangan kami, komandan dan para marinir menyambut kami dengan hangat. Pos itu dihuni oleh satu peleton marinir yang bertugas selama 6 bulan. 6 bulan berikutnya akan datang kapal dari Pangkalan angkatan Laut Armada Timur Surabaya (Armatim) untuk mengirim peleton-peleton pasukan pengganti di beberapa pos pulau terluar di Indonesia timur. Ketika kami datang, ini adalah bulan ke 3 bagi mereka tinggal di pulau yang tidak berpenghuni tersebut.
Rupanya karena hampir tidak pernah ada yang mengunjungi membuat mereka seperti menemukan peradaban ketika kami berkunjung. Kami datang melaporkan akan mengadakan kegiatan survey terumbu karang dan selebihnya kami mengobrol saja. Menanyakan kabar-kabar di kota Sorong dan berita lainnya, sebaliknya mereka bercerita bagaiamana suka duka dalam bertugas.
Sementara para marinir yang lain sibuk menganyam daun kelapa, aku berkesempatan melihat-lihat sekitar pos marinir tersebut atau biasa disingkat ”Posmar”. Ada satu bangunan permanen sebagai kantor komandan, teras terbuka sekaligus ruang tamu dan melapor, gudang senjata, dapur dan kamar mandi. Perkara tidur, mereka menggunakan tenda peleton yang kalau memaksakan tidur di siang hari akan terasa seperti kepiting rebus di dalam panci kaleng mendidih. Tak heran melihat para marinir berkulit hitam legam terbakar matahari. Sebenarnya itu termasuk kulitku yang selama 10 tahun belakangan ini setia menikmati teriknya.
Terdapat televisi dan alat komunikasi radio di teras tersebut. Lapangan voli pantai berada di depan tenda peleton di pinggir pantai sekaligus sebagai lapangan upacara. Ternyata hiburan untuk mengusir bosan adalah televisi dan voli pantai.
Siang itu aku dan tim melakukan survey. Survey yang kita lakukan adalah survey kondisi terumbu karang dan mencatat kelimpahan dan distribusi ikan ekonomis penting seperti kerapu, kakap, baronang, kue, napoleon dan ikan ekonomis penting lainnya. Sore harinya kami kembali menuju Posmar.
Azan magrib tanpa pengeras suara sayup terdengar dari darmaga kayu yang reyot namun masih kuat dipijak. Tak di sangka terdapat mushola yang dibangun dari papan seadanya oleh para marinir tersebut namun sangat nyaman di dalamnya. Dan tahukah kawan, daun kelapa yang siang tadi sibuk dianyam oleh sebagian marinir adalah untuk menutup dinding mushola sederhana ini.
Aku terlambat datang dan sholat magrib sendirian. Namun ternyata mushola masih ramai. Ramai oleh suara bacaan Alquran para marinir. Aura seperti terbawa kembali menuju masa kecilku di mana aku mengaji di surau dan mendengar suara teman-teman yang fals dan memekakkan telinga. Mereka mengaji! Ada yang sudah lancar dan ada yang masih terbata-bata. Beberapa diantaranya membantu memperbaiki bacaan Alquran bagi teman yang masih belajar. Oh suara-suara fals ini terdengar kembali namun demikian merdu di telingaku. Apakah ini suara kedamaian yang merindukan rengkuhan Tuhan? Aku tak tahu, namun hanya haru di hati yang merebak hingga tak seorangpun tau kalau airmataku menetes-netes sekenanya di sajadah kusam ini.
Aku meninggalkan mushola dan bergabung dengan komandan dan beberapa marinir yang menonton televisi. Acara malam itu adalah super mama seleb show di indosiar. Rupanya hampir tiap malam mereka menonton acara ini sampai hafal betul artis mana yang tersingkir tempo hari dan karakter-karakter suara sang artis. Ikut mengomentari maupun ramai tertawa keras menimpali tingkah polah Eko Patrio dan Ruben Onsu yang menjahili Ivan Gunawan yang selalu tampil gemulai dan manja. Tak terpikirkan kalau aku sedang duduk di tengah para prajurit, para garda depan depan jika terjadi perang. Aku hanya merasakan seperti menonton tv di rumah, di tengah Ibu dan kedua adik perempuanku. Sama-sama penuh penghayatan dalam menonton.
Dan di sela acara super mama seleb show ini, terdengar lagi azan. Rupanya sudah waktunya untuk sholat isya. Ah, aku tak pernah menyangka.
Dua hari aku tinggal di pulau ini.
Menikmati eksotisnya terumbu karang di bawahnya.
Tertegun pada sebagian karang yang lantak.
Meniti tingginya ombak pasifik yang mengayun teratur kapal kami.
Mereguk beningnya air laut dan pasir putihnya.
Menikmati keramahan para marinir.
Menikmati kelapa muda yang mereka petikkan untuk kami.
Dan lebih dari itu, menikmati suara azan mereka.
Oh Tuhanku, di tengah keterpencilan ini, ditengah kesederhanaan ini.
Rupanya masih ada yang masih menyeru namaMu, mempelajari firmanMu dan mempercantik rumahMu.
Inilah salah satu persembahan mereka.
Para penjaga perbatasan negeri ini.
mel
Raja Ampat, 8 Desember 07
No comments:
Post a Comment